Nusawarta.id – Jakarta. Polemik mengenai tenaga honorer yang masih menggantung nasibnya akhirnya menemui titik terang usai Rapat Kerja (Raker) antara Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) bersama Komisi II DPR RI pada Senin, (28/10/2024) di Jakarta.
Dalam rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi II, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, dan dihadiri oleh para pimpinan Komisi II lainnya, tercapai kesepakatan penting terkait pengangkatan tenaga honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Verifikasi dan Validasi Ketat untuk Pengangkatan Honorer
Menteri PANRB, Rini Widyantini, mengawali rapat dengan memaparkan langkah-langkah strategis pemerintah dalam menangani isu honorer yang kian mengemuka. Salah satu fokus utama ialah memastikan seluruh tenaga honorer yang telah masuk dalam database Badan Kepegawaian Negara (BKN) melalui proses verifikasi dan validasi ketat.
Langkah ini bertujuan untuk mengeliminasi ketidaksesuaian data serta memastikan tenaga honorer yang benar-benar memenuhi syarat dapat segera diangkat menjadi PPPK.
“Proses verifikasi dan validasi ini sangat penting untuk memastikan hanya tenaga honorer yang benar-benar terdaftar secara sah yang dapat diangkat menjadi PPPK. Kami tidak ingin ada tenaga honorer asli yang terabaikan karena kesalahan data,” jelas Menteri Rini.
Data BKN menunjukkan bahwa pada tahun 2024, terdapat sekitar 1,7 juta tenaga honorer yang tersebar di berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah. Namun, dari jumlah tersebut, banyak laporan yang menyebutkan adanya tenaga honorer yang tidak terdaftar dengan benar di database resmi, sehingga menjadi kendala dalam proses pengangkatan mereka.
UU ASN 2023: Landasan Hukum Pengangkatan Honorer
Kesepakatan ini diperkuat oleh UU ASN Tahun 2023 Pasal 66 yang mengamanatkan semua tenaga honorer non-ASN harus melalui proses verifikasi dan validasi untuk kemudian diangkat menjadi PPPK.
Lebih lanjut, Menteri Rini menegaskan bahwa seluruh tenaga honorer yang lolos proses ini wajib diberikan Nomor Induk Pegawai (NIP) pada akhir 2024. Bahkan, honorer yang telah mengabdi lebih dari lima tahun tanpa jeda, dengan Surat Keputusan (SK) yang sah, berhak diangkat menjadi PPPK tanpa kecuali.
“Dengan adanya UU ASN 2023 ini, kami berharap tidak ada lagi tenaga honorer yang merasa tidak mendapatkan kejelasan status mereka. Ini adalah komitmen pemerintah dalam memberikan keadilan bagi mereka yang telah mengabdi,” tambahnya.
Dukungan Penuh dari Komisi II DPR RI
Ketua Komisi II, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menyatakan dukungan penuh terhadap langkah KemenPANRB dalam mempercepat pengangkatan honorer menjadi PPPK. Ia menyebutkan, Komisi II siap menjadi mitra strategis dalam memastikan implementasi kebijakan ini berjalan lancar dan adil bagi seluruh tenaga honorer.
“Kami dari Komisi II akan mengawal proses ini agar benar-benar terealisasi sesuai target dan prinsip keadilan. Jangan sampai ada honorer yang terlewat karena proses birokrasi yang lambat,” ujar Rifqinizamy.
Anggaran Pengadaan PPPK dan Solusi Pembiayaan
Dalam raker tersebut, juga dibahas masalah anggaran untuk pengadaan PPPK tahun 2024 yang mencapai jumlah signifikan. Pemerintah pusat telah menyepakati skema pembiayaan melalui Rancangan Peraturan Pelaksana (RPP) UU ASN, dimana sebagian besar biaya akan ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sementara sisanya akan disalurkan melalui anggaran daerah.
“Anggaran ini merupakan bentuk komitmen nyata dari pemerintah untuk menjamin keberlangsungan program pengangkatan tenaga honorer menjadi PPPK,” terang Menteri Rini.
Kesempatan Merata untuk Seluruh Honorer di Indonesia
Selain itu, dalam seleksi PPPK 2024 yang terbagi menjadi dua gelombang, pemerintah memberikan kesempatan merata bagi seluruh honorer di Indonesia, termasuk wilayah-wilayah terpencil seperti Papua. Menteri Rini menegaskan bahwa honorer di Papua dan daerah lain yang memenuhi syarat, seperti batas usia maksimal 45 tahun, tetap memiliki peluang yang sama untuk menjadi PPPK.
“Seleksi PPPK akan dilakukan melalui sistem Computer Assisted Test (CAT) dengan penilaian berdasarkan peringkat terbaik. Tidak ada diskriminasi, semua honorer yang memenuhi syarat bisa mendaftar dan mengikuti seleksi,” tegasnya.
Langkah Strategis dalam 100 Hari Kabinet Merah Putih
Sebagai bagian dari agenda strategis 100 hari Kabinet Merah Putih, Menteri Rini juga memaparkan tiga instrumen hukum yang telah disiapkan untuk memastikan transisi organisasi pemerintah yang efisien. Di antaranya adalah:
1. Keputusan Presiden No. 133/P Tahun 2024 terkait pembentukan kementerian negara.
2. Peraturan Presiden No. 139 Tahun 2024 mengenai penataan tugas kementerian.
3. Peraturan Presiden No. 140 Tahun 2024 tentang organisasi kementerian negara.
Implementasi ini bertujuan untuk menyelaraskan kinerja lintas kementerian dan lembaga dalam mencapai target pembangunan nasional.
“Kami optimistis, dengan sinergi antara KemenPANRB, Komisi II DPR RI, dan seluruh pemangku kepentingan, upaya penataan tenaga honorer akan berjalan sesuai harapan,” pungkas Rini.
Dengan kesepakatan yang tercapai, para honorer kini dapat bernapas lega karena ada harapan besar untuk peningkatan status mereka menjadi PPPK, yang tentunya membawa perubahan signifikan bagi kesejahteraan mereka di masa mendatang.
Komisi II DPR RI dan KemenPANRB menegaskan komitmen mereka untuk merealisasikan program ini secepat mungkin, demi keadilan bagi seluruh tenaga honorer di Indonesia. (San/Red)