Nusawarta.id – Jakarta. Pemerintah menetapkan awal Ramadan 1445 H jatuh pada Selasa, 12 Maret 2024 M. Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas menetapkan setelah membacakan hasil Sidang Isbat Awal Ramadan 1445 H. Minggu, (10/3/2024).
Sidang isbat ini digelar dan diikuti perwakilan ormas Islam, Duta Besar Negara Sahabat, dan Tim Unifikasi Kalender Hijriyah Kementerian Agama.
Menag menyampaikan, posisi hilal di seluruh Indonesia sudah di atas ufuk, tepatnya ketinggian hilal pada posisi 1 derajat 6,78 menit sampai 2 derajat 10 menit, tinggi hilal di seluruh wilayah Indonesia antara -0° 20′ 01” (-0,33 °) sampai dengan 0° 50′ 01” (0,83°) dan elongasi antara 2° 15′ 53” (2,26°) sampai dengan 2° 35′ 15” (2,59°). Namun demikian, berdasarkan laporan rukyat, tidak ada seorang pun yang menyampaikan telah melihat hilal.
Sebagaimana diketahui pemerintah sudah menyepakati kriteria bulan baru Hijriyah bersama Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia dan Singapura (MABIMS) dengan kriteria tinggi posisi bulan 3 derajat di atas ufuk dan sudut elongasi di atas 6,4 derajat. Sedangkan dari perhitungan astronomi, sudah diprediksi bahwa saat sidang isbat posisi bulan berada di bawah kriteria MABIMS.
Perbedaan Awal Puasa Pemerintah, NU Dengan Muhammadiyah
Berikut ini penjelasan aturan tersebut dan alasan kenapa ada perbedaan awal Ramadhan 2024 di Indonesia. Penetapan 1 Ramadhan di Indonesia sering mengalami perbedaan antara organisasi Islam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, Pemerintah. Keduanya sama-sama berlandasaskan sesuai dalil shahih dari Rasulullah SAW.
Pertama, metode rukyatul hilal yang digunakan ormas Nahdlatul Ulama dan pemerintah untuk menentukan 1 Ramadan. Dengan Rukyatul hilal artinya menyaksikan langsung bulat sabit secara fisik, baik dengan mata telanjang ataupun melalui bantuan alat penglihatan lainnya. Metode rukyatul hilal dalam menentukan awal Ramadan ini berpatokan pada sabda Nabi Muhammad SAW:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُبِّيَ عَلَيْكُمْ فَأَكْمِلُوا عِدَّةَ شَعْبَانَ ثَلَاثِين
Artinya; “Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.” (HR. Bukhari, hadits no. 1776).
Kedua, Metode Hisab
Metode yang digunakan NU, Pemerintah dan Muhammadiyah adalah sama, namun kriterianya berbeda sehingga penetapan awal Ramadan pun berbeda. Pemerintah dan NU menetapkan awal Ramadan dengan mempertimbangkan hisab dan rukyat dengan kriteria MABIMS (Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura).
Versi Muhammadiyah
Di sisi lain, Mengutip laman resmi Muhammadiyah sebagaimana tertuang dalam Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan nomor 1/MLM/I.0/E/2024. Pada 12 Januari 2024 melalui Majelis Tarjih Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sudah menetapkan awal Ramadan dengan metode hisab bertepatan, Senin 11 Maret 2024.
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah ketika terjadi tiga hal berikut, yaitu: Telah terjadi ijtimak (konjungsi) Ijtimak terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat terbenamnya matahari, bulan berada di atas ufuk. Maka sudah masuk awal Ramadhan. (Mr/Red).