Usai Temui Presiden, Mendikbudristek Batalkan Kenaikan UKT

  • Bagikan
Mendikbudristek Batalkan Kenaikan UKT

Nusawarta.id – Jakarta. Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi perbincangan hangat di tengah masyarakat akibat adanya kenaikan yang tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nomor 54/2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi. Kebijakan tersebut mendapat penolakan dari masyarakat yang merasa semakin terbebani, apalagi bagi orang tua mahasiswa yang berpenghasilan menengah ke bawah.

Setelah mendengarkan semua aspirasi dari berbagai stakeholder, Mendikbud Ristek Nadiem Makarim akhirnya berkonsultasi langsung dengan Presiden RI Joko Widodo di Istana Negara pada Senin (27/05/2024). Setelah pertemuan itu, Nadiem Makarim akhirnya mengumumkan pembatalan kebijakan kenaikan UKT.

“Terimakasih atas masukan yang konstruktif dari berbagai pihak. Saya mendengar sekali aspirasi mahasiswa, keluarga, dan masyarakat. Baru saja saya bertemu dengan Bapak Presiden, dan beliau setuju pembatalan tersebut. Dalam waktu dekat kami akan merevaluasi ajuan UKT dari seluruh Perguruan Tinggi Negeri (PTN),” ungkap Mendikbud Ristek dalam siaran persnya.

“Saya telah bertemu Bapak Presiden untuk membahas berbagai hal di bidang pendidikan, termasuk perihal UKT. Saya ajukan beberapa pendekatan untuk bisa mengatasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa. Terkait implementasi Permendikbudristek, nantinya Dirjen Diktiristek akan mengumumkan detil teknisnya,” tambah Nadiem Makarim.

Baca Juga  Presiden Jokowi Resmikan Duplikat Jembatan Kapuas 1 Sepanjang 430 Meter di Pontianak

Lanjut Mendikbud Ristek, sebelumnya sempat terjadi miskonsepsi di tengah masyarakat dalam memahami kebijakan kenaikan UKT. Padahal aturan tersebut sebenarnya hanya berlaku untuk mahasiswa baru. Namun ada kemungkinan PTN keliru ketika melakukan penempata mahasiswa dalam kelompol UKT yang tidak sesuai dengan kemampuan ekonominya.

Selain itu ada juga kesalahpahaman bahwa kelompok UKT tertinggi akan berlaku untuk sebagian besar mahasiswa. Padahal secara keseluruhan, hanya 3,7% mahasiswa baru yang ditempatkan pada kelompok  tertinggi. (Arm/Red)

 

 

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *