Ketimpangan Pengasuhan: Fatherless dan Ketidakjelasan Peran Ayah dalam Mendidik Anak

  • Bagikan
Foto Saat Hari Pendidikan Nasional (Istimewa).

Oleh: Addina Khalida Zia

Apa yang tidak diterima oleh seorang anak, di masa depan
Ia akan jarang memberikannya” — PD James

Indonesia disebut-sebut sebagai negara fatherless country urutan ketiga di dunia. Memang tidak ada penelitian ilmiah yang secara khusus dan kredibel menyatakan hal itu. Namun, Elly Risman, seorang psikolog parenting dan pendidikan anak, menggunakan istilah fatherless country secara deskriptif untuk menggambarkan fenomena minimnya peran ayah dalam pengasuhan anak di Indonesia.

Penyebutan ini juga bukan tanpa alasan, Kajian UNICEF 2017 pernah menyebutkan bahwa diperkirakan 13 juta anak di Indonesia tidak tinggal bersama ayah kandungnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyebutkan bahwa di tahun 2021, ada 7,48% anak usia 0-14 tahun tinggal hanya dengan orangtua tunggal, yang rata-rata hanya bersama ibunya.

Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah menyatakan, “Dari survei KPAI, hanya sekitar 23% orang tua yang pernah mendapatkan pendidikan parenting” (Forum Merdeka Barat, 14 November 2023). Sehingga menjadi jelas kenapa peran pengasuhan di Indonesia masih mengalami ketimpangan. Dimana hanya menitikberatkan pada peran ibu sehingga tanpa sadar melupakan pentingnya peran ayah.

Sebuah studi penelitian yang menyatakan bahwa dampak fatherless pada anak-anak yang mengalami perceraian orangtua atau ditinggalkan ayahnya di bawah atau di saat usia 5 tahun yaitu memiliki masalah dengan gangguan kecemasan dan depresi, (Kandel dkk, 1994), sampai menjadi pasien psikiatri di rumah sakit, (Block, 1988) selain itu juga ditemukan identifikasi terlibat dengan aktivitas seksual dini, penyalahgunaan obatobatan, gangguan mood, dan terlibat kenakalan. serius ataupun tindakan kriminal, (Fergusson dkk, 1944).

Masalah perilaku tersebut dipengaruhi oleh ketidakhadiran ayah dalam kehidupan anak di keluarga, dimana kehadiran ayah diharapkan dapat memberikan batasan yang tegas atas tingkah laku yang baik.

Baca Juga  Mendagri Konsolidasikan Kepala Daerah untuk Perkuat Pendidikan Dasar dan Menengah

Sementara, ketiadaan ayah dapat meningkatkan risiko berbagai masalah mental dan perilaku pada anak.
Di tengah situasi tersebut, peran pendidikan ayah menjadi semakin penting dan krusial. Ayah bukan hanya pencari nafkah, tetapi juga pilar utama dalam membangun karakter dan mental anak.

Apa sih penyebab dari ketimpangan pengasuhan ini?

Pertama, perubahan struktur keluarga: Meningkatnya angka perceraian, migrasi pekerja laki-laki, dan pola keluarga non-tradisional dapat menyebabkan ketidakhadiran ayah dalam pengasuhan.

Kedua, norma gender dan ekspektasi sosial: Stereotipe gender tradisional yang mendefinisikan peran ayah sebagai pencari nafkah dan ibu sebagai pengasuh dapat membatasi keterlibatan ayah dalam pengasuhan dan pendidikan anak.

Dan ketiga, kurangnya dukungan dan akses untuk membuat ayah terlibat: Indonesia sampai saat ini belum menerapkan cuti ayah. Ditambah, stigma terhadap ayah yang terlibat dalam pengasuhan dapat menghambat partisipasi mereka. Ketersediaan daycare yang ramah ayah juga masih sangat jarang kita jumpai di Indonesia.

Tugas Utama Ayah

Richard C. Halverson berpendapat bahwa ayah bertanggung jawab atas tiga tugas utama.

Pertama, ayah haruslah mengajar anaknya tentang Tuhan dan mendidik anaknya dalam ajaran dan nasehat Tuhan; Kedua, seorang ayah haruslah mengambil peran sebagai pimpinan dalam keluarganya. Ketiga, ayah haruslah bertanggung jawab atas disiplin. Dengan demikian ayah akan menjadi seorang figur otoritas.

Idealnya, ayah dapat memberikan kenyamanan tempat tinggal dan keamanan dari bahaya yang mengancam secara fisik maupun psikologis. Sehingga dengan begitu perlindungan, jaminan finansial dan pemenuhan spiritual yang menyeluruh dapat menyentuh jiwa dan raga anak-anak dan seluruh anggota keluarga.

Upaya Mengatasi Ketimpangan Pengasuhan:

Ada beberapa usul dari penulis untuk mengatasi ketimpangan pengasuhan, sehingga Indonesia terselamatkan dari fatherless country:

1. Mengedukasi masyarakat untuk menerima peran ayah yang aktif dalam pengasuhan. Tidak menganggap bahwa keterlibatan ayah adalah suatu cela karena turut aktif dalam parenting. Seorang ayah seharusnya menyempatkan waktunya di sela jadwal kerjanya untuk bertemu dan berinteraksi dengan anak, meski hanya sebentar.

Baca Juga  Membangun Kemandirian Pangan: Langkah Menuju Ketahanan Pangan di Majalengka

2. Mendorong kebijakan cuti ayah, tempat kerja ramah ayah, dan subsidi penitipan anak yang ramah ayah.

3. Memberikan pelatihan dan program untuk meningkatkan kemampuan ayah dalam mengasuh anak.

4. Mendorong komunikasi terbuka antar pasangan tentang pembagian peran dalam tanggung jawab pengasuhan. Hendaknya sejak sebelum menikah, pasangan bisa mendiskusikan bagaimana peran pengasuhan yang akan dilakukan.

Sebab Kehadiran Ayah adalah Pembelajaran Untuk Mengerti arti Bersandar dan Berlindung.
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan oleh Central of Disease Control (CDC), adverse Childhood Experiences (ACEs) meneliti bahwa ada 10 peristiwa yang bepotensi traumatis yang terjadi pada masa kecil. Dari data tersebut salah satunya adalah pengabaian fisik dan pengabaian emosional dari orangtua. Dinyatakan oleh CDC bahwa stres beracun dari ACE dapat mengubah perkembangan otak dan memengaruhi bagaimana tubuh merespons stress.

Tanpa ayah, seorang anak hanya separuh manusia.” – Pedro Calderon de la Barc

Untuk itu, kehadiran ayah adalah pendidikan emosional bagi anak. Mengajarkan mereka tentang arti “hadir” dan dibersamai. Kehadiran ayah dalam kehidupan anak tidak hanya memberikan rasa aman dan nyaman, tetapi juga merupakan hal yang tidak tergantikan.

Interaksi dan kedekatan antara ayah dan anak dapat membentuk karakter, nilai-nilai, dan pola pikir anak untuk dapat bertahan hidup secara positif. Dan tahu kemana tempat untuk bersandar dan berlindung.

Peran seorang ayah bukan hanya untuk memberi nafkah. Tapi untuk melindungi, membimbing, dan mencintai tanpa syarat. Mencintai dengan kehangatan yang menguatkan.

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *