Nusawarta.id – Bondowoso. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Bondowoso Situbondo mengadakan aksi audiensi yang menggema di Gedung Pemerintah Kabupaten Bondowoso, Selasa, (11/06/2024), kelompok mahasiswa menghadirkan suara keras terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro-rakyat dan mengancam demokrasi.
Dalam suasana yang sarat dengan semangat perubahan, HMI menyampaikan empat tuntutan krusial yang mendesak untuk diperhatikan oleh pihak berwenang.
Dalam audiensi yang diwakili oleh perwakilan Pj Bupati Bondowoso, HMI menegaskan:
- Stop Kriminalisasi Terhadap Mahasiswa: HMI menolak keras tindakan represif yang mengkriminalisasi mahasiswa yang hanya mengekspresikan pendapatnya sesuai dengan hak konstitusional mereka.
- Kembalikan Esensi Pendidikan dari Komersialisasi: HMI menyerukan agar pendidikan tidak dijadikan sebagai komoditas belaka yang meminggirkan masyarakat dari hak mereka untuk mendapatkan akses pendidikan yang berkualitas.
- Menolak PP No 21 Tahun 2024 tentang TAPERA: HMI menuntut penolakan terhadap kebijakan yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat, seperti Peraturan Pemerintah tentang TAPERA yang dapat merugikan masyarakat luas.
- Percepat Pembangunan Infrastruktur: HMI mendesak untuk segera melakukan percepatan pembangunan infrastruktur di Kabupaten Bondowoso, khususnya perbaikan jalan-jalan yang rusak yang berpotensi membahayakan keselamatan pengguna jalan.
Ikrom Suharyadi, Ketua Umum HMI cabang Bondowoso Situbondo, menegaskan bahwa audiensi ini adalah bentuk nyata dari perjuangan untuk membangun masyarakat yang lebih adil dan demokratis.
“Kami hadir di sini sebagai suara mahasiswa yang peduli terhadap masa depan negara ini. Kami menuntut agar pemerintah mendengarkan aspirasi rakyat dan bertindak untuk kepentingan bersama,” ungkap Ikrom dalam pernyataannya.
Tantangan Menuju Demokrasi yang Inklusif
Langkah HMI cabang Bondowoso Situbondo dalam mengadakan audiensi ini mencerminkan semangat perlawanan terhadap ketidakadilan dan ketidaktransparanan dalam pemerintahan. Meskipun dihadang oleh aparat, serta ketidakhadiran pemerintah dalam menanggapi langsung tuntutan mereka, aksi ini membuktikan bahwa mahasiswa tetap menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat.
“Aksi ini adalah bukti bahwa demokrasi bukan hanya tentang memilih, tetapi juga tentang memastikan suara rakyat didengar dan dihargai,” tambah Ikrom.
Pemantauan terhadap respon pemerintah terhadap tuntutan-tuntutan ini menjadi indikator kritis dalam menilai komitmen pemerintah dalam mendukung demokrasi yang sejati dan inklusif di Indonesia. (San/Red)