Pimpinan Baru Pertamina Didesak Tuntaskan Dugaan Konspirasi Kontrak PIMD

  • Bagikan
Pimpinan Baru Pertamina Didesak Tuntaskan Dugaan Konspirasi Kontrak PIMD
Direktur Eksekutif Daulat Energi, Ridwan Hanafi (dok: istimewa)

Nusawarta.idJakarta. Dugaan konspirasi kontrak akibat kelalaian manajerial yang melibatkan PT Pertamina International Marketing Distribution (PIMD) belakangan menarik perhatian publik akibat adanya indikasi korupsi.

Akibat kasus itu, Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) diminta menjaga kredibilitasnya termasuk memastikan dana publik di dalamnya tidak disalahgunakan.

Disebutkan bahwa masalah bermula dari kontrak dagang internasional antara PIMD, anak perusahaan Pertamina dengan perusahaan Phoenix Petroleum Corporation.

Kasus ini kemudian mencapai titik krusial ketika Phoenix gagal membayar utang dagang senilai USD 142 juta kepada PIMD.

Sehingga PIMD akhirnya membawa persoalan ini ke Singapore International Arbitration Centre (SIAC) untuk diselesaikan melalui arbitrase.

Direktur Eksekutif Daulat Energi, Ridwan Hanafi saat diwawancarai pada Selasa (5/11/2024), menyoroti pimpinan PIMD atas kelalaian tugas tersebut.

“Dalam kontrak bisnis internasional seperti ini, risiko memang selalu ada, tetapi yang menjadi sorotan adalah apakah Direksi PIMD telah menjalankan tugasnya dengan baik, terutama dalam memastikan kelayakan mitra bisnisnya sebelum menandatangani kontrak?,” kata Hanafi.

Menurutnya, bila sebelumnya evaluasi risiko dilakukan, proses arbitrase yang telah berlangsung 19 bulan tidak akan mengorbankan banyak biaya dan waktu.

Risiko Keuangan dan Dampak Bagi Negara

Sebagai BUMN, setiap kerugian PIMD akan berdampak langsung pada keuangan negara, karena mengelola kontrak bernilai tinggi yang melibatkan aset negara.

Hanafi menegaskan investigasi terhadap direksi PIMD untuk menilai apakah pihak terkait telah melakukan due diligence secara memadai dalam kontrak dimaksud.

“Apabila kelalaian terbukti terjadi dalam proses pengambilan keputusan, maka harus ada konsekuensi hukum. Ini bisa mencakup pengusutan lebih lanjut terhadap direksi yang terkait, terutama dalam hal pengelolaan risiko serta verifikasi kelayakan bisnis Phoenix sebelum kerja sama dijalin,” jelasnya.

Baca Juga  Waka Komisi XIII DPR RI Dorong UU KKR demi Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat

Apalagi laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan kerugian negara mencapai Rp 1,3 triliun akibat perjanjian antara PIMD dan Phoenix.

Tanggung Jawab Hukum dan Permintaan Investigasi

Daulat Energi mendesak pimpinan baru Pertamina untuk mengusut tuntas dugaan konspirasi kontrak tersebut, termasuk potensi adanya pelanggaran hukum yang merugikan negara.

Hanafi menilai, pimpinan baru Pertamina perlu melakukan audit menyeluruh untuk mengetahui langkah Direksi PIMD telah sesuai dengan ketentuan dan standar dalam kontrak internasional atau sebaliknya.

“Jika ada pelanggaran terhadap Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), maka penegakan hukum harus diterapkan. Keputusan-keputusan bisnis yang diambil oleh Direksi PIMD perlu ditelaah dengan cermat agar tidak ada penyalahgunaan wewenang yang merugikan negara,” tegasnya.

Selain itu, pihaknya menyoroti pentingnya kerja sama Pertamina dengan penegak hukum untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya konspirasi dalam proses kontrak perusahaan.

Jika investigasi menemukan bukti kelalaian atau kesengajaan yang merugikan, Daulat Energi menekankan perlunya tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat.

Pentingnya Langkah Hukum Terhadap Phoenix

Selain meminta pertanggungjawaban dari manajemen PIMD, Hanafi juga mendesak Pertamina melanjutkan langkah hukum terhadap Phoenix, bila tidak mematuhi putusan arbitrase.

Dengan mengacu pada Konvensi New York 1958, yang mengikat negara-negara anggota, hasil putusan arbitrase SIAC harus diakui dan dapat dieksekusi di negara tempat Phoenix beroperasi, yaitu Filipina.

“Jika Phoenix tidak segera memenuhi kewajibannya untuk membayar USD 142 juta kepada PIMD, maka langkah hukum lebih lanjut harus diambil. Ini juga menyangkut kepentingan negara karena dana yang tertunda tersebut adalah bagian dari aset negara,” tambah Hanafi.

Pimpinan baru Pertamina diharapkan dapat menegaskan komitmen perusahaan untuk menegakkan tata kelola yang transparan dan akuntabel.

Investigasi terhadap dugaan pelanggaran perlu dilakukan dengan cermat untuk melindungi kepentingan negara dan menghindari kerugian serupa di masa mendatang.

Baca Juga  Presiden Prabowo Menangis Usai Umumkan Gaji Guru Naik

Kasus ini juga menunjukkan perlunya kehati-hatian yang lebih besar dalam setiap kerja sama dagang internasional yang dijalin BUMN.

Adanya investigasi dan tindakan tegas terhadap pihak yang terbukti menyalahgunakan kewenangan, Pertamina bisa mempertahankan kredibilitasnya di masyarakat dan dunia internasional. (Red/rh)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *