Nusawarta.id – Jakarta. Pimpinan Pusat Muhammadiyah (PP Muhammadiyah) telah memutuskan untuk menarik seluruh dana unit bisnis dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dari Bank Syariah Indonesia (BSI). Keputusan ini tertuang dalam surat yang ditandatangani oleh Agung Danarto pada 30 Mei 2024, yang kemudian bocor ke publik pada Rabu, 5 Juni 2024.
Dalam surat tersebut, PP Muhammadiyah menyatakan akan mengalihkan dana tersebut ke Bank Syariah Bukopin, Bank Mega Syariah, Bank Muamalat, dan bank-bank syariah daerah lainnya. Selain itu, dana juga akan dipindahkan ke bank-bank lain yang selama ini bekerja sama dengan Muhammadiyah.
Keputusan ini menimbulkan kehebohan, mengingat simpanan Muhammadiyah di BSI dilaporkan mencapai Rp 13-15 triliun. Jika angka tersebut benar, maka BSI akan kehilangan sekitar 5 persen dari dana pihak ketiga (DPK) dalam waktu singkat. Lantas, apa alasan Muhammadiyah menarik dana dari BSI?
Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Gunawan Budianto, mengungkapkan bahwa hubungan antara BSI dan Muhammadiyah memang panas-dingin.
Muhammadiyah merasa BSI lebih banyak memberikan pembiayaan kepada perusahaan besar dibandingkan dengan UMKM. Padahal, pada tahun 2022, Muhammadiyah dan BSI telah sepakat untuk berkolaborasi mengembangkan sektor ekonomi umat bagi UMKM.
“Yang membuat Muhammadiyah marah, dana disalurkan ke pengusaha-pengusaha besar,” ujar Gunawan.
Di sisi lain, Sekretaris Perusahaan BSI, Wisnu Sunandar, menegaskan bahwa UMKM tetap menjadi fokus BSI. “Usaha mikro, kecil, dan menengah menjadi salah satu fokus BSI dalam mengembangkan ekosistem yang bermanfaat bagi umat,” ucap Wisnu pada Kamis, 13 Juni 2024.
Gunawan menjelaskan bahwa keputusan pengalihan dana Muhammadiyah didasarkan pada pertimbangan teknis. Selain terkesan memihak perusahaan besar, BSI juga menerapkan margin yang tinggi pada pembiayaan sejumlah proyek. Selain itu, penarikan dana juga disebabkan oleh konsentrasi dana Muhammadiyah yang terlalu tinggi di BSI.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, Pemberdayaan Masyarakat, dan Lingkungan Hidup, Anwar Abbas, menyampaikan bahwa langkah ini diambil untuk mencegah risiko penumpukan dana di satu bank. Selain itu, cara ini juga diterapkan demi menjaga persaingan di antara bank syariah.
“Bank-bank syariah lain tersebut tidak bisa berkompetisi dengan margin yang ditawarkan oleh BSI, baik dalam hal penempatan dana maupun pembiayaan,” ujar Anwar Abbas dalam keterangan tertulis, Rabu, 5 Juni 2024.
Muhammad Said Didu juga berkomentar terkait penarikan seluruh dana Muhammadiyah dari BSI. Penarikan ini banyak dikaitkan dengan tidak terpilihnya Abdul Mu’ti sebagai Komisaris BSI.
Menurut Said Didu, gagalnya Abdul Mu’ti menjadi Komisaris BSI bukanlah kesalahan manajemen bank tersebut. “Ini bukan salah manajemen BSI tapi salah pemegang saham, yaitu Menteri Negara BUMN atau Presiden,” ujar Said Didu dalam keterangannya di aplikasi X @msaid_didu (20/6/2024).
Said Didu menambahkan bahwa pengangkatan Komisaris BUMN adalah wewenang Menteri BUMN yang bertindak atas arahan atau persetujuan Presiden.
Ia juga menekankan pentingnya komunikasi dan transparansi dalam pengambilan keputusan terkait posisi strategis di BUMN, berharap keputusan-keputusan semacam ini dapat lebih terbuka dan jelas untuk menghindari spekulasi dan ketidakpuasan di kalangan masyarakat dan organisasi terkait.
Penarikan dana Muhammadiyah dari BSI ini telah menjadi isu serius dalam dunia perbankan, dengan berbagai alasan dan spekulasi yang mengiringinya.
Meskipun terdapat berbagai faktor yang melatarbelakangi keputusan ini, yang jelas, langkah ini menunjukkan pentingnya diversifikasi dan keseimbangan dalam pengelolaan dana organisasi besar seperti Muhammadiyah. (Mus/Red)