Nusawarta.id – Jakarta. Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung telah menetapkan Harvey Moeis, suami artis Dewi Sandra sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022.
“Tim penyidik telah memiliki cukup alat bukti sehingga kami tingkatkan statusnya sebagai tersangka, yaitu saudara HM (Harvey Moeis) selaku perwakilan dari PT Refined Bangka Tin (RBT),” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Kuntadi, di Jakarta, seperti yang dilansir Antaranews pada (28/3/2024).
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, penyidik melakukan pemeriksaan terhadap enam orang saksi, salah satunya adalah Harvey Moeis. Kuntadi menjelaskan, peran Harvey Moeis sebagai tersangka ke-16 dalam perkara yang merugikan negara akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sekitar Rp271,06 triliun.
Benarkah Kerugian Negara Hingga Rp271,06 triliun ?
Lalu benarkah Suami Dewi Sandra dan rekan-rekannya korupsi hingga Rp271,06 triliun? Sebelumnya Guru Besar Fakultas Kehutanan IPB Prof. Bambang Hero Saharjo pernah mempaparkan total kerugian akibat kerusakan lingkungan yang ditimbulkan pada perkara dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022.
“Total nilai kerugian yang harus ditanggung negara sebesar Rp271,06 triliun. Ini merupakan penghitungan kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah dalam kawasan hutan dan luar kawasan hutan,” papar Prof. Bambang.
Total kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah dalam kawasan hutan, yakni biaya kerugian lingkungan (ekologi) Rp157,83 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp60,27 miliar dan biaya pemulihan lingkungan Rp5,26 miliar, sehingga totalnya Rp223,36 triliun.
Sedangkan kerugian lingkungan hidup akibat tambang timah di luar kawasan hutan (APL), yakni biaya kerugian lingkungan Rp25,87 triliun, biaya kerugian ekonomi lingkungan Rp15,2 triliun, dan biaya pemulihan lingkungan Rp6,62 miliar sehingga totalnya Rp47,70 triliun.
“Kalau semua digabung kawasan hutan dan luar kawasan hutan, total kerugian akibat kerusakan yang juga harus ditanggung negara adalah Rp271,06 triliun,” kata Bambang.
Pakar forensik kehutanan itu menjelaskan dalam penghitungan kerugian ekologi atau lingkungan itu, pihaknya melakukan verifikasi di lapangan serta pengamatan dengan citra satelit dari tahun 2015 sampai 2022.
Berdasarkan verifikasi dan pengamatan citra satelit itu mendapatkan bukti-bukti yang dapat membuat terang suatu tindak pidana bahwa adanya kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Selain itu, aktivitas tambang timah tersebut tidak hanya dilakukan di luar kawasan hutan, tetapi juga dalam kawasan hutan.
“Kami merekonstruksi dengan menggunakan satelit pada tahun 2015 yang merah-merah ini adalah wilayah IUP (izin usaha pertambangan) dan non-IUP. Kami tracking 2016, 2017, 2018, 2019, 2020 sampai 2022, dilihat warna merah makin besar, ini adalah contoh saja,” ungkapnya. (Arm/Red)